Kamis, 01 Oktober 2009

Meningkatkan Kewaspadaan Nasional di Era Reformasi

Kewaspadaan nasional sangatlah perlu untuk dilakukan, agar kita dapat mempertahankan keberadaan negara kita. Salah satunya mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas semua tentang hal-hal apa saja yang perlu dan mungkin harus diwaspadai oleh NKRI, saya hanya akan membahas Wilayah dan Budaya.

NKRI terdiri dari beribu-ribu pulau yang membentang luas dari sabang sampai merauke, oleh karena itu harus menjadi kewajiban bagi seluruh rakyat indoneia untuk mempertahankan pulah-pulau tersebut, bukan hanya kesatuan militer yang mempertahankan wilayah NKRI. Saat ini ada beberapa pulau yang bukan menjadi milik NKRI lagi, bahkan mungkin bisa dikatakan ada pulau kecil yang menjadi milik perorangan atau sebuah lembaga.

Dikarenakan Indonesia mempunyai banyak pulau, maka sudah tentu pula indonesia mempunyai beragam kebudayaan, seperti

Contoh Pertama: Kasus Penjualan Pulau Mentawai di Sumbar & Pulau Panjang di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
Saat ini penjualan online sudah banyak dilakukan, bahkan penjualan sebuah pulau pun dilakukan secara online, seperti yang terdapat di situs www.privateislandonline.com dan Karangasemproperty.com.
Setelah tau situs tersebut baru deh para penegak hukum bertindak.
kemana aja selama ini?
apakah mempertahankan NKRI ketika ancaman datang saja?
Trus apa yang dilakukan apabila tidak ada ancaman?

Sejak Deklarasi Djuanda 1957 telah diingatkan pentingnya negara menjaga kedaulatan dan keselamatan anak bangsanya. Semestinya negara memaksimalkan upaya ini, bukan malah menjualnya. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengusut tuntas kasus penjualan pulau-pulau yang ada di indonesia saat ini, mau menunggu sampai pulau kita habis baru di ust sampai ke akrnya gitu?

Contoh Kedua: Hilangnya Pulau Sipadan & Ligitan
Kasus Pulau Sipadan & Ligitan mulai muncul sejak tahun 1969, ketika tim landas kontinen indonesia dan malaysia membicarakan batas dasar laut antar kedua negara. Sampai akhirnya pada tanggal 17-12-2002 mahkamah internasional memutuskan bahwa kedua pulau tersebut resmi menjadi milik malaysia. Betapa mengejutkannya putusan mahkamah internasional tersebut, betapa tidak, dari 17 juri yang mendukung indonesia cuma 1. y jelas indonesia kalah telak.

Contoh ketiga: Pengklaiman budaya asli indonesia oleh negara lain.
Hal ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita, saat ini ada kurang lebih 32 budaya indonesia yang diklaim oleh negara lain. Seperti alat musik angklung, tari jali-jali dan tari pendet. Hal ini mungkin dikarenakan globalisasi, sehingga masyarakat indonesia mudah terpengaruh oleh negara lain dan tidak menghiraukan budaya sendiri. Oleh karena itu hal ini menjadikan Malaysia begitu jeli memanfaatkan situasi dimana sebagian besar rakyat Indonesia tidak begitu memperhatikan kebudayaannya sendiri. Situasi dimana rakyat Indonesia lebih bangga jika menggunakan sesuatu yang berbau luar negeri dan asing.

Dari ketiga kasus tersebut dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kewaspadaan itu harus sudah muncul sebelum sesuatu terjadi, jangan malah sebaliknya, hal itu terjadi dahulu baru diwaspadai.
Marilah kita semua bangsa indonesia mempertahankan keutuhan NKRI tercinta, baik itu wilaya, budaya dan semua yang berada di tanah dan bumi pertiwi ini.
Indonesia SATU.
Indonesia MAJU.
Hidup INDONESIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TWITTER